Cerpen Ferdinan De J Saragih: Menusuk Sukma

Hidup ini memang dramatis, seraya kembali kepada beratus-ratus tahun yang lampau, pada zaman sitinurbaya. Aku tak dapat mempercayainya, ketika dia sudah menjadi milik seorang politikus, yang umurnya sudah begitu tua, muka yang bengis seraya parlente selalu terpancar olehnya.

Ini semua kualami ketika kuliahku berhenti ditengah jalan, memang penyakit yang begitu berat membuatku tak dapat meneruskan tahapan masa depan itu, sehingga aku terpaksa meninggalkan bangku kuliah dan kembali ke Sumatera untuk berobat jalan sesuai dengan anjuran Dokter yang memeriksaku.

“Amang, kamu pulang aja ke Medan, supaya kamu bisa berobat jalan, hingga kesehatanmu pulih kembali!” itulah kata-kata terakhir Ibuku saat mengetahui kesehatanku yang semakin kritis di Bandung. Perasaan sedih terasa berkurang, saat ibuku melanturkan kata-kata itu, untuk menyuruhku pulang. Aku juga tidak ingin penyakit ini menemani hayatku hingga ajal menjemputku, terutama harus meninggalkan Mercly kekasihku.

Aku sangat sulit meninggalkan kota Bandung, kota pendidikan yang penuh ketenangan dan kesejukan, dimana ilmu yang masih tergantung terpaksa kutinggalkan, terutama cinta yang sudah begitu lama kurangkai begitu indah tanpa pernah ada cela, terpaksa juga kutinggalkan.

Di bandara Sukarno-Hatta, dengan berat Mercly melepasku. Kata-kata terakhir yang kuungkapkan, untuk tetap menjaga keutuhan cinta kami, dibalasnya dengan anggukan yang lunglai. Aku dapat merasakan kesedihan itu, karna jiwa kami sudah menyatu menjadi satu. Kini sayap cinta sudah tak dapat lagi terbang, oleh jarak yang semakin menjauh.

Sedih, perih, perasaan itu selalu menemani disetiap hari-hariku, ketiku di Sumatera. rasa rindu yang berlebihan tak luput dari pikiranku, apalagi jika teringat saat-saat bersamanya, yang teramat indah. Sedikitpun tidak pernah bisa kulupakan, Walau nyawaku kini semakin tak punya harapan untuk dapat bertahan lebih lama lagi, namun kisah ini akan terus kuingat hingga akhir hayatku.

Memang pada saat itu komunikasi sudah begitu modern. sampai-sampai rasa rindu, tak terlalu berat langsung tertimpa dibenakkku, namun itu tak bertahan lama, rasa bosan akhirnya datang menghampiriku, karna rinduku, rindu ingin berjumpa, bukan rindu kata-kata yang itu-itu saja.

Disaat malam datang, tidur tak segampang orang-orang, sepertinya mata tak ingin melihat kegelapan. Terbayang, lalu memutar-mutar waktu mengingat-ingat suatu hal yang indah tentang perjalanan cintaku, yaitu saat-saat bersamanya. hal yang paling yang tidak bisa aku lupakan, ketika pertama kali kucurahkan isi hatiku, didepan gedung Sate, dipinggiran lapangan gasibu, kota Bandung. kata-kata yang sudah begitu lama kupendam meletus dahsyat, semua terhambur tanpa tersisa satu hurufpun. saat itu juga ciuman pertamaku mendarat di keningnya yang indah dan mungil.

Di Sumatera, aku selalu mengikuti anjuran dokter dan berdoa supaya penyakit yang menemani hidupku pergi sejauh mungkin. aku selalu berharap bisa pulih kembali, sehingga aku dapat meneruskan kuliahku yang sudah lama kutinggalkan, terutama bertemu dengan Mercly kekasih hatiku.

dokter yang ada di Bandung telah memvonis penyakitku ini tak mungkin sembuh, tetapi aku sangat yakin kalau suatu saat nanti mujijat Tuhan pasti menghampiriku, karena Dokter itu juga manusia, sama sepertiku yang tidak pernah bisa menentukan batas umur seseorang.

Kini aku sudah merasa lebih sehat dari hari-hari sebelumnya. semua ini didorong oleh keinginanku yang begitu besar untuk bisa kembali ke bangku kuliah, hingga meraih gelar sarjana yang sudah lama terpendam disaraf-saraf otakku, karena gelar itu adalah tahapan untuk meraih cita-cita, Menuju kebahagiaan bersama Mercly kelak.

Siang itu Dokter baru saja memeriksa kesehatanku. dari wajahnya yang begitu cerah berbinar, aku dapat menebak bahwa kesehatanku sudah berangsur membaik.

“ Aku sudah sembuh Dok ? “ aku tidak sabar mendengar jawaban yang keluar dari mulut dokter itu.

“ Kamu sudah mulai sembuh nak, sepertinya ini suatu muzijat, karena kangker yang ada di paru-parumu selama ini, sudah hilang, tapi kamu masih butuh perawatan sampai kesehatanmu pulih kembali.”

Hatiku kini sudah terasa lega dan senang. ternyata doaku selama ini sudah dikabulkan olehNya.

“ Terimakasih Tuhan atas kesembuhan yang telah kau berikan untukku. ”

Jiwa ini terasa damai oleh muzijat Tuhan yang sangat luar biasa dan tak pernah bisa diselami atau ditebak oleh siapapun.

Tak sabar rasanya memberitahukan kesembuhan ini untuk Mercly, dia pasti senang mendengarnya, karena kesembuhanlah yang kami tunggu selama ini.

“ Kekasihku yang anggun, Dengarkanlah kata-kata yang sudah begitu lama kita nanti, Yaitu penyakit yang sudah lama bersamaku, Kini sudah meleleh dan hilang. ini semua karena doa dan keinginan kita untuk dapat selalu bersamamu. ”

Itulah kata-kata yang kukirimkan pada mercly saat itu, tetapi sudah berapa lama aku menunggu jawaban, namun tak kunjung datang. hingga malam tiba, sampai aku tertidur menunggu balasan darinya.

Disaat pagi aku terbangun dari tidurku, ternyata ada suatu pesan, aku sangat berharap itu datangnya dari Mercly, setelah kubuka, ternyata benar itu pesan dari Mercly.

“Duhai bang Jeck kekasihku yang tercinta. Aku senang mendengar kesembuhanmu, tapi aku berharap kau dapat melupakanku, Karena keluargaku tidak setuju atas hubungan kita. Mereka bilang aku tak bisa mencintai orang yang penyakitan, yang tak punya masa depan nantinya. Mereka sudah menjodohkanku dengan laki-laki lain dan memaksaku untuk menikah dengannya. “

Air mataku menetes, seperti hujan saat mentari masih menyinari bumi, dan tak dapat kubendung lagi. rasa benci, marah dan kata- kata yang tak pernah kuucapkan sebelumnya keluar begitu saja dari mulutku. kesedihanku bukan hanya pada diriku, tetapi juga melihat Mercly yang harus menikah dengan orang yang tidak pernah dia cintai sebelumnya. aku tak akan rela melihat dia menderita karena paksaan dari orangtuanya yang begitu berat ditujukan padanya.

“Prak…….”

Handphon yang tadinya kugenggam kubuang begitu saja. mencoba mengeluarkan semua amarah dan benci yang datang seketika itu juga.

“ Tuhan, hinanya diriku ini, digubris begitu saja, apakah aku ini memang manusia yang penyakitan yang tak pernah punya masa depan, dihina, dicela dan ditinggalkan begitu saja? ”

Melihatku kecewa, pipi Ayah basah oleh air mata, karena dari dulu Ayah sudah tahu hubunganku dengan Mercly, apalagi dia sangat menyetujuinya. melihat itu, aku semakin marah kepada keluarga Mercly, karena selama hidupku, aku tak pernah melihat Ayah meneteskan air mata, tapi hari ini air mata itu menetes membasahi pipinya yang sudah bertahun-tahun kering.

“ Amang, kamu yang sabar ya! mungkin dia bukan jodohmu, Ayah yakin kamu pasti mendapatkan yang lebih dari dia dan kamu harus janji pada Ayah, kamu harus semangat menjalani hidup ini dan melupakan masa lalumu bersama Mercly, karna Ayah akan semakin sedih mendengar masa depan kamu hancur karna dia. “

Kata-kata Ayah membuatku semakin menyadari arti semua cobaan ini, tapi melihat air mata Ayah aku tak tahan menahan amarah, hatiku semakin meraung-raung. andaikan aku Singa, aku akan merobek-robek dan menelan bulat-bulat lelaki yang berani merebut Mercly dariku, bahkan Ayah dan Ibu Mercly yang masih memiliki hubungan keluarga dengan kami, tega menghinaku serendah itu, rasanya aku ingin memutuskan hubungan keluargaku dengan keluarganya.

Tak berselang beberapa bulan pesan dari Mercly datang lagi, tapi pesan tersebut dikirimkan ke handphon Ayah. Handphonku pada saat itu sudah tak ada lagi, karena sudah kubuang bersama pesan-pesan dari mercly yang begitu banyak kusimpan di memori.

“ Bang Jeck , aku minta maaf sedalam-dalamnya untukmu, karena aku tak dapat menolak permintaan keluargaku, untuk menikah dengan lelaki yang tak pernah kukenal apalagi mencintainya, tapi keluargaku sangat bersikeras dan memaksaku supaya menikah dengannya. Mereka mengancamku, jika aku tak menikahinya aku akan diusir dan tak dianggap anak mereka lagi. Minggu depan kami akan melangsungkan pernikahan di Sumatera, mudah-mudahan abang bisa mencari penggantiku. Aku berharap abang datang pada acara pernikahan itu, karena jika abang datang, abang berarti sudah memaafkanku, karena maaf darimu akan mengurangi penderitaanku menikah dengan orang yang tak pernah kucintai, terutama harus berpisah darimu. ”

Pesan yang ditulis Mercly, Ayahku jugalah yang pertama membacanya. awalnya Ayah tidak berani memberitahukannya kepadaku, dia takut aku bisa berbuat nekad, tetapi Ayah tak mungkin bisa merahasiakannya dariku, karena suatu saat aku pasti mengetahuinya, apalagi pernikahan itu dilangsungkan di Sumatera, yaitu di kampung halaman kakek dan nenek Mercly yang tak jauh dari kampungku, Lagi pula keluargaku pasti akan diundang ke acara pernikahan itu, karena hubungan keluarga kami masih begitu dekat, disebabkan kakek Mercly dan nenekku masih kakak-beradik

Kini hatiku dapat sedikit lega oleh permohonan maaf yang tulus dari Mercly. tapi aku tak pernah bisa melupakan dia begitu saja, karena cinta yang sudah lama kami jalani sudah menggores setengah dari hatiku dan penuh apabila dia sudah menjadi miliku seutuhnya.

Pada hari pernikahan itu Ayah menyuruhku supaya tidak datang ke acara itu, aku tahu tujuan ayah, dia tak rela aku berlarut-larut dalam kesedihan, apalagi harus menyaksikan itu semua. tapi aku bersikeras, aku ingin melihat laki-laki yang menjadi pendamping mercly selamanya.

Kaki yang terasa berat untuk melangkah dan rasa kecewa kubawa bersama, kupaksa untuk berjalan, menyaksikan kekasihku dipersatukan dengan laki-laki lain yang tidak dicintainya.

Setiba disana, aku tersentak kaget melihat lelaki yang menikah dengan kekasihku itu, ternyata seorang politikus yang umurnya sudah begitu tua, muka yang bengis seraya parlente, selalu terpancar olehnya. itulah kata-kata yang pertama muncul dari pemikiranku ketika pertama melihatnya.

Amarahku menggelegar, ingin rasanya acara pernikahan itu kuhancurkan supaya Mercly tak jadi menikah dengannya, kemarahanku memuncak ketika dia mengecup kening Mercly, tepat dimana dulu aku menciumnya, tapi aku terpaksa menahan amarah itu. Aku tidak mau mempermalukan kedua orangtuaku.

Ketika usai pemberkatan, hatiku tak dapat berkata apa-apa lagi. Kini aku sadar usai pulalah harapanku untuk mendapatkan Mercly untuk bersama denganku selamanya. merelakannya, itu suatu paksaan yang harus kulakukan, karena aku tak dapat memungkiri itu.

Tidak jodoh, mungkin itulah kata yang dapat merangkum kisah cintaku bersama Mercly. dengan rasa yang sangat berat dan sedih aku terpaksa meninggalkan itu semua.

”Selamat tinggal mantan kekasihku sayang, semoga kau dapat berbahagia bersamanya”. Itulah kata-kata terakhir yang tercurah dari hatiku yang kelam.

Sigodang-Bandung, 2008

Penulis: Ferdinaen Saragih

Related Posts:

0 Response to "Cerpen Ferdinan De J Saragih: Menusuk Sukma"

Post a Comment