Cerita Remaja: Puisi untuk Benari

Cerpen Ferdinaen Saragih

Separuh hatiku masih saja larut dalam kematian Benari. tak dapat kuhilangkan rasa bersalah atas kepergiannya yang begitu cepat. Sepertinya embun hanya bersisah tetesan yang basah. Rasa sedih, itulah selalu kubawa dalam setiap detik-detik perjalanan hidup ini.

Pengumuman kelulusan sekolah sudah berada di tangan kedua orangtuaku, sepertinya mereka tak sabar membuka amplop yang berisikan dua pilihan itu, lulus atau tidak lulus. Aku sendiri, sedikitpun tidak peduli tentang hal itu.

“kamu lulus Nak!” Ibu tersenyum dihadapanku, dia sangat senang mengetahui kelulusanku, karena pada awalnya mereka tak pernah percaya, aku dapat lulus, dengan tepat waktu. Mungkin itu karena sikap brutalku di sekolah. Dulu mereka sering di panggil guru BP, dan memohon supaya aku tidak dikeluarkan dari sekolah.

Kelulusan itu tak berarti apa-apa, tanpa sosok Benari yang selalu menemaniku. Ayah dan ibu sekarang sudah berencana mengirimku ke pulau jawa, melanjutkan sekolahku ke tahap yang lebih tinggi, meraih gelar sarjana. Aku sendiri belum mengetahui hendak kuliah dimana. mengenai itu, sedikitpun tidak terpikirkan olehku.

Malam dan siang begitu pengap bersama kekeruhan dihati. aku hanya bisa mengingat dan membayangkan sosok Benari. memutar waktu, hingga teringat suatu janji. jika kami lulus nanti, kami akan kuliah pada Universitas yang sama. Ingatan tentang memori itu membuat hatiku semakin pilu. Seandainya Tuhan memberiku suatu kesempatan untuk bersama Benari, aku berjanji akan menjaganya dan tak membiarkan kejadian mengerikan itu terjadi.

Siang itu aku beranjak pergi ke makam Benari, berharap rindu itu dapat sedikit terobati. Aku menangis dihadapan makam Benari, memohon kepada Tuhan agar benari diterima disisinya. Aku berjanji dihadapan makam Benari, aku akan menjadi orang yang berhasil seperti yang pernah kami bayangkan sebelumnya.

Sepulang dari makam benari, ibu telah menungguku di ambang pintu. Ibu sepertinya ingin menyampaikan sesuatu untukku.

“Nak, lusa kamu harus pergi ke Bandung, karena minggu depan SPMB akan dilaksanakan, Bapak dan ibu sudah sepakat, disana kamu ambil jurusan Akuntansi, kamu harus menjadi seorang Akuntan, yang akan menggantikan Bapak sebagai pemimpin perusahaan kita.“ ucap ibu.

Aku hanya mengangguk setuju, walau aku belum pernah memikirkan ingin jadi apa nantinya. Malam itu aku benar-benar tidak mampu untuk memejamkan mataku, otakku semakin berpikir apakah aku memang cocok jadi Akuntan, apakah aku memiliki bakat untuk itu? Semua pertanyaan itu menemani malamku, suasana hati yang keruh, membutku semakin hampa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.

Sejenak kupandang lagi foto Benari yang selalu kutaruh dalam dompetku, aku teringat suatu permintaan Benari yang tak pernah bisa kuberikan, yaitu untayan-untayan puisi. Jujur aku tak bisa menuliskan sebuah puisi, walau hanya sebait.

Aku teringat kembali wajah guru Bahasa Indonesiaku, dia selalu menuliskan keadaan hatinya dalam untayan puisi. Malam ini aku sudah menemukan jawabannya, besok pagi aku akan memohon kepada Orangtuaku, Mengenai jurusan yang akan kupilih.

Pagi itu aku langsung menemui ibu, kebetulan ibu sedang memasak, setelah aku menceritakan keinginanku, ibu marah. aku mencoba menjelaskan kepada Ibu sekali lagi, tapi tetap saja ibu tidak setuju.

“ aku tidak berminat menjadi Akuntan, aku ingin jadi Penulis.” pintaku

“Ya udah, nanti kita bicarakan bersama ayahmu, Ibu mohon kamu pikirkan tentang pilihanmu itu, jangan sampai kamu menyesal.” Ucap ibu. Aku begitu senang jika keputusan di tangan ayah, karena dia selalu menuruti apa keinginanku. Ternyata ayah sudah berada di belakangku.

“Nak, Walaupun ayah dan ibu sangat berharap, kamu memilih jurusan Akuntansi, ayah tidak akan memaksakan hal itu, Bapak memberimu kebebasan, mengenai jurusan yang akan kamu pilih, karena itu menyangkut masa depanmu.”

Mungkin Ibu tidak setuju terhadap jawaban Ayah, tapi dia tidak berani untuk menolak, karena dia harus melawan dua orang sekaligus, yaitu aku dan Ayah. Aku berjanji kepada Ibu, suatu saat nanti aku akan membuat dia bangga terhadapku.

Esok harinya aku berangkat ke Bandung, untuk mengikuti SPMB. Aku sangat berharap, bisa lulus di Universitas yang kupilih.

* **

Pagi yang melelahkan, aku masih saja tertidur, dibangunkan oleh suara handphonku.

“Nak ibu tadi sudah baca Koran, kamu lulus SPMB.” aku kaget, kenapa jadi ibu yang duluan tahu, kulihat jam, ternyata sudah jam sepuluh pagi, aku sadar kalau kedua orangtuaku selalu baca Koran setiap pagi.

Tanpa banyak berpikir aku langsung bersujut kepada Tuhan, mengungkapkan rasa terimakasihku kepadaNya. Tak lama lagi aku pasti bisa menulis puisi untuk Benari. Itulah harapan yang pertama ada di benakku.

Memasuki minggu pertama ke Kampus memang sangat melelahkan, dimana semua Mahasiswa baru, harus mengikuti perploncoan yang dilakukan oleh kakak senior. Perasaanku sangat berbeda ketika masa plonco, aku merasa senang. mengikuti berbagai permainan dan berkenalan dengan teman-teman baru. Rasa rinduku kepada Benari terasa berkurang, namun seminggu begitu cepat berlalu. Aku kembali lagi dalam kesedihanku, mengingat Benari dan dihantui rasa bersalah.

Hari ini aku pertama memasuki hari kuliah, dimana semua Dosen memperkenalkan dirinya kepada mahasiswa baru. banyak nasehat-nasehat yang diberikan oleh setiap Dosen, menyadarkanku supaya bangkit dari keterpurukan ini. Tapi bersifatnya hanya sementara.

Di kosan, aku sering merenung, mengurung diri dan hanyut dalam kesedihan. Sekarang aku sadar, begitu besar cintaku untuk Benari, padahal dulu aku tak pernah memikirkan hal itu. aku berhubungan dengan Benari, supaya aku kelihatan hebat dihadapan teman-teman. tapi cinta Benari begitu berbeda, dia bisa menerimaku apa adanya, walaupun dia tau, aku hanya biang masalah di sekolah.

Hari ini, seorang teman yang kukenal waktu perploncoan kemarin berkunjung ke kosanku. Dia begitu asik di ajak bicara, hal itulah yang membuatku menceritakan semua kesedihanku padanya.

“Kamu kenapa? sepertinya kamu sedih, kamu ada masalah?” Aku diam sejenak.

“kamu cerita saja, mungkin aku bisa Bantu!”

“Sebenarnya aku kangen!”

“Sama siapa, orang tuamu? Barusan juga kamu di bandung, udah kangen gitu.”

“Bukan, aku kangen sama pacarku.”

“Ya telepon atu!”

“Dia sudah meninggal setengah tahun yang lalu. dia meninggal karena kecelakaan, itu salahku, aku yang membuat semuanya itu terjadi.”

“Kok bisa ?”

“Waktu itu, di kotaku ada sebuah konser. aku ajak dia, namanya Benari. Dengan keadaan mabuk aku naik motor bersamanya, tiba-tiba sebuah mobil truk muncul di hadapanku, dengan keras kubanting stang ke kiri, tubuh benari terhimpit diantara truk dan motor, kepalanya terbanting ke truk itu. Setelah itu aku tidak tau apa-apa lagi, karena pada saat itu aku tak sadarkan diri, kepalaku terbanting, dan beberapa hari koma di rumah sakit. Setelah aku sadar. aku tanya kepada kedua orang tuaku tentang Benari. Ayah bilang Benari sudah meninggal, dan telah disemayamkan dua hari yang lalu. setelah kejadian itu, aku menjadi orang pemurung dan selalu merasa bersalah kepada Benari, begitu juga kepada kedua orang tuanya.”

“Sory bro, aku nggak tahu tentang masa lalumu, tapi kamu jangan terlalu sedih. itu sudah takdir untukmu dan Benari. kamu pandang ke depan, masa depan kamu masih panjang, Benari akan lebih sedih melihatmu terus begini.”

“Thanks bro”

“Ya udah aku pulang dulu!”

“Ok bro.”

Kata-kata Almauki tadi membuatku semakin semangat jalani hidup ini, aku tak ingin Benari juga ikut sedih. Aku harus bangkit dari masa lalu, lagi pula kedepan yang kuhadapi bukan masa lalu tapi masa depan.

Sepulang kuliah, Almauki langsung menarik tanganku, dia membawaku ke taman kampus, disana dia mengenalkanku pada seorang wanita.

Hai, kenalkan namaku sem! kuperkenalkan diriku kepada wanita itu dengan menjabat tangannya, Tapi aku heran dia hanya senyum, kuulang lagi menyebutkan namaku, tapi sama saja, dia hanya membalasnya dengan senyuman.

Tumbur langsung menarik tanganku, menarikku agak ke belakang, dia berbisik kepadaku.

“Sem, Dia itu tuli dan bisu. Mukaku langsung merah oleh rasa malu.”

“Kenapa nggak bilang?“

kami menemui Meri lagi, kami berkomunikasi menggunakan tulisan, kadang juga mengunakan gerakan, semua kata-kata yang ingin kami ucapkan kami tulis pada sebuah kertas.

Dari sifat dan senyumannya, semuanya sama persis dengan Benari, beberapa lama kami berkomunikasi dengan tulisan, aku merasa seperti bersama Benari. Hari yang semakin gelap, akhirnya kami menyudahi pertemuan itu.

Di perjalanan, Tumbur senyum jika melihatku, aku juga tak tau apa maksudnya.

“Bro, kenapa sih kamu kenalkan aku dengan dia?”

“Aku hanya memberimu pandangan, supaya kamu bisa bangkit dari masa lalu, kamu sudah lihatkan Meri, dia itu bisu, tuli lagi. tapi dia masih punya semangat, dia pantang menyerah. Beda sama kamu.”

“Terimakasih untuk semuanya bro, aku berjanji, aku akan berubah dan jalani hidup ini kedepan.

“ya, namanya juga teman.”

Setiba dikosan aku masih teringat kepada cewek tadi. Senyumnya, lesung pipinya sama persis dengan Benari, sayang saja dia bisu. aku masih heran dengan perjuangannya, dia sepertinya selalu senang jalani hidup ini. senyum dan kelembutannya, membuat dia selalu indah dipandang.

Malam ini amat berat kulewati, tapi bukan karena Benari, kini pikiranku pada sosok gadis yang dikenalkan oleh Tumbur tadi. Mungkinkah dia adalah sosok yang dikirimkan Tuhan untuk mengganti posisi Benari dalam hidupku? Pertanyaan itu begitu mudah mengambang dalam benakku, padahal aku baru saja mengenalnya, mungkinkah karena senyuman? atau mungkin wajah yang hampir sama dengan Benari? aku semakin gelisah memikirkan itu.

Sepulang kuliah kusempatkan waktuku melihat mading kampus, aku suka membaca karya-karya mahasiswa, khususnya Sajak, aku selalu berupaya mempelajarinya, dan berharap suatu hari nanti aku bisa membuat sebuah Sajak. Sejenak mataku tertuju pada sebuah Sajak yang begitu dahsyat, Sajak itu menggambarkan kisah kehidupanku yang sangat menyedihkan, aku kaget ketika aku melihat penulisnya, ternyata adalah Meri. aku semakin penasaran tentang sosok gadis itu.

kini aku selalu menyempatkan waktuku untuk memandangi gadis itu dari kejauhan, hingga suatu saat aku sadar aku benar-benar jatuh cinta padanya, tapi itu selalu kutepis dengan pikiranku, karena dia itu bukan Benari, tapi apakah aku dapat melakukan itu selamanya, melawan kehendak hati yang benar-benar jatuh cinta padanya. Aku selalu rindu jika tidak melihatnya dalam satu hari. Hingga suatu saat aku mengajaknya ketemu di taman kampus.

Tanpa basa-basi akhirnya kuucapkan juga kata-kata cinta itu untuknya, dengan gambaran sebuah lukisan hati yang berbunga-bunga dalam sebuah kertas.

Dengan senang hati dia menuliskan jawaban dibalik lukisan itu, dia menerima pernyataan cintaku, dengan menggambarkan seorang pangeran dengan seorang putri menaiki kereta kuda, berjalan mengitari taman kota. aku sangat senang melihat tingkahnya yang lugu, kini pikiranku tak dapat menolak lagi, aku yakin, dia adalah gadis yang dikirimkan Tuhan untukku menggantikan Benari, Walau kondisi fisiknya tidak sama seperti Benari, mungkin itu suatu cobaan yang harus kuterima, aku harus mencontoh Benari, yang menerimaku apa adanya, karena aku sudah memahami apa arti cinta yang sebenarnya. tidak hanya melihat fisik seseorang yang kita cintai, tetapi hati yang tulus, yang mencintai kita selamanya.

Dalam kertas tersebut aku menanyakan perihal tentang Sajak tersebut, karena aku sangat penasaran, mengapa Sajak tersebut sama persis menceritakan kesedihan yang kualami selama ini. dia memandangku dengan senyuman, dan akhirnya dia menyatakan bahwa Sajak tersebut dituliskan untukku, dia mengetahui semua kisahku dari Tumbur. Kini rasa penasaranku sudah terjawab olehnya.

Tanpa terasa hari sudah gelap, dengan berat aku pamit pulang. Sebelum pergi, aku meminta kepadanya, untuk mengajariku menulis Puisi. Ketika aku mulai berdiri, dia menarik tanganku, dan meraih sebuah kertas, didalam kertas itu dia menuliskan suatu hal,

“kamu tak perlu belajar, tuliskanlah apa yang ada dalam hatimu, dengan kemampuanmu, karena Puisi adalah ungkapan-ungkapan hati yang sangat jujur.”

Setiba dikosan aku langsung mengambil sebuah kertas dan pulpen, kutuliskan semua yang ada dalam hatiku, seperti apa yang dikatakan Meri padaku. Kini aku benar-benar sudah menggoreskan sebuah Puisi.

Liburan kali ini, aku pulang ke kota kelahiranku, begitu juga dengan Meri. aku langsung menuju makam Benari, kubacakan Puisi yang telah kutulis untuknya. Tak lupa aku mengatakan pada Benari, bahwa aku sudah menemukan pendamping yang baik, sama sepertinya. aku berharap dia bahagia, di Dunianya yang baru.

2008-2009

Related Posts:

20 Responses to "Cerita Remaja: Puisi untuk Benari"

  1. .waduh keren banget nih postingan nya. . .


    ,salam kenal ya. . .
    .di tunggu kunjungan baliknya. . .

    ReplyDelete
  2. salam sobat,,,benar2 penulis mania,,panjang dalam menulis artikel ini,,siiip sobat,,teruslah berkarya.

    ReplyDelete
  3. pasti bro ...ada kunjungan balik....good posting dah....keren buanget^^...cari informasi dollar juga bisa disini ya..^^

    ReplyDelete
  4. berkunjung lagi deh.....exchange link yukkkk

    ReplyDelete
  5. map ga sempet bca,cumn bisa ningglin jejk saja...gapp kn....??????

    ReplyDelete
  6. salam kenal yah, terima kasih nih infonya

    ReplyDelete
  7. kunjungan sore hari bos sambil menyapa sahabat

    ReplyDelete
  8. Bro , Gud lak ya, jangan lupa kalo mau nikah, mampir dulu ke Rias Pengantin Ibu Dodi Melayani Jabodetabek
    Esia 021 96969007 website aku www.ibudodi.com , paket nya lengkap murah dan gak perlu Repot Repot lagi,

    salam,
    Mas Dhimas - Ibu Dodi
    www.ibudodi.com
    esia 021 96969007
    flexy 021 32129007

    ReplyDelete
  9. Bro , Gud lak ya, jangan lupa kalo mau nikah, mampir dulu ke Rias Pengantin Ibu Dodi Melayani Jabodetabek
    Esia 021 96969007 website aku www.ibudodi.com , paket nya lengkap murah dan gak perlu Repot Repot lagi,

    salam,
    Mas Dhimas - Ibu Dodi
    www.ibudodi.com
    esia 021 96969007
    flexy 021 32129007

    ReplyDelete
  10. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  11. kunjungan silaturahmi segoga sehat dan sukses selalu...

    ReplyDelete
  12. wah mantab pokoknya,perlu bimbingan nih aku biar jadi penulis yg bagus,sukses terus ya.kasih comment di postingku ada award perdamaian dan persahabatan.salam indonesia damai

    ReplyDelete
  13. menarik sob bisnis nya koment diposting balik yo...

    ReplyDelete
  14. panjang amat sob,btw siip,thanks atas kunjungannya

    ReplyDelete