Sehari Lalu
sehari lalu kau datang penuhi mimpi
lalu kucoba menyalakannya dalam tungku hatiku
di kenyataan aku mencintaimu melebihi mimpiku
akupun menunggu hingga sehari lalu
sayang cahayamu telah hilang
jiwaku tak lagi menggumimu
sudah cukup sajakku mendongeng tentangmu.
Sehari lalu jawabmu hanya sunyi
lengang serupa batu, tak cukupkah waktu itu
kukerahkan mengetuk Pintumu
Setia Budhi, 2009
Kepada Tuhan
surat ini mungkin terlalu lama
kukirimkan melalui pos kota
berisi doa-doa dan no Hpku
Tuhan tau sendiri, sinyal di antara kita
telah terputus sekian lama
seumpama percerayan sepasang mempelai
Tuhan mungkin sudah bosan
mengetik sms di hari lalu, namun
tak pernah ada balasan dariku
dulu aku masih menikmati dunia
kini aku telah membenahinya lagi
sudi kiranya Tuhan menghubungiku kembali
Bandung, 2009
Dua Senja
dalam lamunanku yang panjang, aku
memikirkanmu seperti malam memikirkan bulan
mengisyaratkan kisah kita
yang tak bisa berpijak seumpama impian kita
tentu saja kita tidak akan memiliki
anak laki-laki dan perempuan
kita memang belum terlalu jauh
berjalan di atas tepi ini
hanya saja tujuan kita sama
namun kita tak pernah sampai ke samudra
karena kakimu dan kakiku
selalu terpasung pada persinggahan yang berbeda.
Ledeng, 2009
Penolakan
di saat fajar roh dan raga akan bercerai
waktuku setengah malam lagi
jangan membanguniku
setelah adegan penolakan itu
satu hal yang belum kuucapkan
sebelum pergi
tapi tidak dapat kuungkapkan
lewat gema
kau bisa membacanya
pada surat terakhirku
dalam dadaku, tepat dipangkal hatiku
tertulis “hatiku merana”
Setia Budhi, 2008
Perempuan
hatimu selalu saja kau selimuti pada suasana
gerah kemarau ini
aku kehausan menyelusuri bukit
lembah juga lorong yang kau beri api
menunggu pada musim basah nanti
terlalu sulit untukku melewati lumpur mati
menuju puncakmu
perempuanku,
dengan jubah berselimut salju
akan kuterobos apimu sebelum puncakmu
ditumbuhi ladang-ladang baru
Setia Budhi, 2009
Serupa Angin
aku masih menunggumu di gerbang
menuju ruang kelam kita dulu
pada setiap sudut ruang itu
tertinggal kesetiaanmu, apakah dulu
kau lupa untuk membawa atau kesengajaanmu
mungkin di ruang ini ada penyesalan
ketololan yang sembrautan
kenikmatan penuh kabut
tapi, aku tak perduli tentang itu
aku hanya ingin kesetiaanmu yang serupa angin
Lembang, 2009
Penulis: Ferdinaen Saragih
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "Sajak-sajak Ferdinan De J Saragih"
Post a Comment